Belajar jadi Guru

Archive for February 2011


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN   01

 

Nama Sekolah : SMA N 5 Semarang
Mata Pelajaran : Bahasa Jawa
Kelas/Program/ Semester : XI IPA-IPS/ 1
Pertemuan ke- : 1
Alokasi Waktu : 2 X 45 menit
Standar Kompetensi : Mendengarkan

Mampu mendengarkan dan memahani wacana lisan sastra maupun nonsastra dalam berbagai ragam bahasa Jawa.

Kompetensi Dasar : Mendengarkan kegiatan musyawarah  yang disampaikan melalui media elektronik

 

Indikator :
  • Menyebutkan  tema/topik musyawarah
  • Merangkum hasil musyawarah dengan ragam krama
  • Menganggapi pembicaraan dalam bentuk kritikan atau dukungan.

 

A.           Tujuan Pembelajaran

  1. Peserta didik dapat menyebutkan  tema/topik musyawarah dengan mendengarkan musyawarah yang disampaikan melalui rekaman/media elektronik
  2. Peserta didik dapat merangkum hasil musyawarah dengan ragam krama melalui mendengarkan musyawarah yang disampaikan melalui rekaman/media elektronik
  3. Peserta didik dapat menganggapi pembicaraan dalam bentuk kritikan atau dukungan dengan mendengarkan musyawarah yang disampaikan melalui rekaman/media elektronik

 

B.            Materi Ajar

Musyawarah

Musyawarah mujudake dalan kang prayoga kanggo ngrampungake prekara sarana bebarengan. Ora perlu rebut adu bener (rebut pener). Sajroning musyawarah mesthine nduweni tujuwan supeket (mupakat).

Musyawarah bakal bisa lumaku kanthi becik menawa kabeh kang magepokan karo kagiyatan iku ngetrepi kewajibane dhewe-dhewe. Adakane anane sawijine pawongan kang dadi suh, kang mranata lakune musyawarah. Umpama ana ing rapat sering diarani moderator. Moderator iku kang bakal miwiti kanthi ngandharake apa kang dirembug, mratitisake sapa kang kajibah ngudhal panemu, menehi kalodhangan marang kang nanggapi, lan kang pungkasan mesthi bae nemtokake dudutan/simpulan.

 

  1. C. Metode Pembelajaran

Tanya jawab; Inkuiri; Diskusi; Belajar dalam kelompok; dan Penugasan

  1. D. Kegiatan Pembelajaran
No Kegiatan Waktu
 

1.

 

 

 

 

 

2.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3.

Kegiatan Pendahuluan

Motivasi:

  1. Guru bertanya jawab dengan siswa tentang musyawarah
  2. Guru bertanya jawab dengan siswa tentang manfaat mendengarkan musyawarah

 

Kegiatan Inti

2.1 Eksplorasi

  • Peserta didik mendengarkan rekaman musyawarah
  • Guru membimbing peserta didik untuk mengidentifikasi tema musyawarah

2.2    Elaborasi

  • Peserta didik secara terbuka, demokratis dan toleransi menerima atau menanggapi pendapat peserta didik yang lain
  • Peserta didik menuliskan pokok-pokok musyawarah
  • Peserta didik secara lisan mengajukan dan menjawab pertanyaan berkaitan dengan isi musyawarah
  • Peserta didik yang ditunjuk secara acak menyimpulkan hasil musyawarah yang didengar dalam bentuk kritikan atau dukungan.
  • Peserta didik secara lisan menanggapi hasil simpulan musyawarah yang dikemukakan peserta didik yang lain.
  • Peserta didik secara terbuka, demokratis dan toleransi menyimpulkan hasil musyawarah.
  • Peserta didik menyampaikan secara lisan hasil musyawarah
  • Peserta didik mendengarkan penjelasan tentang suplemen materi mengenai widyamakna berkaitan dengan homonim, homofon dan homograf serta tembung camboran.
  • Peserta didik menjawab pertanyaan berkaitan dengan homonim, homofon dan homograf serta tembung camboran.

2.3    Konfirmasi

  • Guru memberikan umpan balik positif atas hasil diskusi dan tanggapan peserta didik mengenai musyawarah
  • Guru melakukan pengamatan atas kinerja peserta didik
  • Guru memberikan penghargaan atas keberhasilan siswa mendengarkan musyawarah dengan baik.
  • Guru memberi motivasi kepada peserta didik yang belum berpartisipasi aktif

 

Kegiatan Penutup

  • Guru meminta siswa secara mandiri untuk menyampaikan secara lisan hasil musyawarah didengar

3.1 Penugasan Terstruktur

  • Guru memberi tugas kepada siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berupa soal uraian dan menjodohkan yang berkaitan dengan materi mendengarkan kegiatan musyawarah  yang disampaikan melalui media elektronik
  • Guru memberi tugas kepada siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berupa soal uraian dan menjodohkan yang berkaitan dengan homonim, homofon dan homograf serta tembung camboran.

3.2 Kegiatan Mandiri Tak Terstruktur

  • Guru memberi tugas untuk mendengarkan kegiatan musyawarah secara langsung yang diadakan dilingkungan masyarakat masing-masing dengan batas waktu dua minggu.
 

5

 

 

 

 

 

75

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

10

 

 

 

  1. E. Penilaian Hasil Belajar
  • Butir Penilaian:
  1. Babagan apa kang dirembug dening ketua OSIS lan para anggotane?
  2. Apa tujuwane dianakake pengetan dina Kartini?
  3. Sapa bae kang rembugan karo Ketua OSIS?
  4. Gaweya ukara nganggo tembung-tembung ing ngisor iki!
    1. Kalodhangan
    2. Pepenggihan
    3. Dwija
    4. Gegayutan
    5. Nyengkuyung
    6. Kepriye panemumu saka rembugan ing dhuwur?
  • Skor Penilaian:
No Kunci Jawaban Kriteria Ketepatan
Benar Setengah Salah
1 Babagan kang dirembug 10 5 0
2 Tujuan pengetan 20 10 0
3 Paraga kang ngrembug 20 10 0
4 ukara 30 15 0
5 Panemu 20 10 0
  Total Nilai 100 50  

 

  1. F. Media/ Sumber Pembelajaran

Semarang,   Januari 2011

Mengetahui,

Kepala Sekolah                                                            Guru  Mata Pelajaran

 

Sumber :

www. docstocs.com

http://www.yuyunsaja.blogspot.com


CONTOH RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

SMP/ MTs :

Mata Pelajaran : Bahasa Inggris

Kelas/Semester : VII/1

Pertemuan ke : 1, 2 & 3

Alokasi Waktu : 3 x 40 menit

Jenis Teks                 : Transactional/ Interpersonal

Aspek/ Skill : Mendengarkan

A.  STANDAR KOMPETENSI:

1. Memahami makna dadalam percakapan transaksional dan interpersonal sangat sederhana untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat.

B.  KOMPETENSI DASAR:

1.1. Merespon makna dalam percakapan transaksional (to get things done) dan interpersonal (bersosialisasi) yang menggunakan ragam   bahasa lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur: menyapa orang yang belum/sudah dikenal, memperkenalkan diri sendiri/ orang lain, memerintah atau melarang

C.  INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI:

 

Siswa dapat merespon ungkapan-ungkapan:

● Sapaan kepada orang yang sudah/ belum dikenal

● Perkenalan diri sendiri/ orang lain

● Memerintah/ melarang

 

D.  TUJUAN PEMBELAJARAN:

Pertemuan 1:

● Siswa dapat mengenali ungkapan sapaan kepada orang yang sudah dikenal.

● Siswa dapat merespon secara tertulis sapaan orang lain yang sudah dikenal

● Siswa dapat mengenali ungkapan sapaan kepada orang yang belum dikenal.

● Siswa dapat merespon secara tertulis sapaan orang lain yang belum dikenal

● Siswa dapat mengenali ungkapan yang digunakan unuk memperkenalkan diri.

 

Pertemuan 2:

● Siswa dapat mengenali ungkapan yang digunakan unuk memperkenalkan orang lain.

 

Pertemuan 3:

● Siswa dapat mengenali ungkapan memerintah/ melarang

● Siswa dapat merespon secara fisik ungkapan perintah/ larangan

 

E.  MATERI  AJAR:

 

Greeting/Menyapa terhadap orang yang belum dikenal

A    : Good morning. How are you?

B    : Good morning. I’m fine and you?

A    : I‘m fine, too.

Greeting/Menyapa terhadap orang yang sudah dikenal

Rinto          : Helo, Fadil. How are you?

Fadil          : Hi, Rinto. I’m fine and you?

Rinto          : I‘m fine, too.

Introducing oneself/ Memperkenalkan diri

A: Hello, I’m Nina.

B: Hi, I’m Reni. Nice to meet you.

 

Introducting others/ Memperkenalkan orang lain

Ahmad       : Hi, Nina. This is Rini.

Nina           : Hi, Rini. “How do you do”-

Rini            : Hi, Nina.  “How do you do”

 

 

Prohibition/ Melarang

A: Don’t do that, OK?.

B: No, I won’t.

 

Imperative/Memerintah

A: Stop it, please.

B: OK

F.  METODE PEMBELAJARAN

Metode: Pre Listening, Whilst Listening, Post Listening

 

G.  KEGIATAN PEMBELAJARAN

Pertemuan 1: (Greeting/Menyapa orang yang sudah/ belum dikenal dan Memperkenalkan diri & Memperkenalkan diri)

 

No. Kegiatan Waktu Strategi Belajar
1.

 

 

 

 

 

 

2.

 

 

 

 

 

 

 

 

3.

Kegiatan Awal/ Pre Listening

  • Guru menyapa dan memperkenalkan diri pada siswa.
  • Guru bertanya kepada beberapa siswa tentang informasi pribadi (nama,alamat, asal sekolah dll.)
  • Guru menjelaskan kompetensi yang diharapkan akan dicapai dan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan

 

Kegiatan Inti/ Whilst Listening

  • Siswa  memperhatikan sebuah tayangan VCD tentang greeting dan introduction.
  • Siswa menuliskan ungkapan-ungkapan greeting dan introduction serta masing-masing responnya di papan tulis
  • Siswa mendiskusikan kosa kata baru.
  • Siswa menyimpulkan tentang tindak tutur yang dipakai dalam sapaan dan perkenalan diri
  • Siswa menirukan ucapan guru tentang ungkapan-ungkapan tesebut.

 

Kegiatan Akhir/ Post Listening

  • Sambil mendengarkan dialog , siswa melengkapi the missing word/phrasess pada lembar kerja yang telah disediakan guru
  • Bersama guru siswa mendiskusikan jawaban tugas tadi.

 

 

3’

 

 

5’

 

 

2’

 

 

 

10’

 

 

10’

 

5”

 

15’

 

 

15’

 

 

10’

 

 

 

5”

 

Ice Breaker

 

Ice Beaker

 

Ice Beaker

 

 

 

 

 

Modeling

 

 

Brainstorming

 

Discussion

 

Discussion

 

 

Imitation

 

 

Assignment

 

 

 

Discussion

 

  Jumlah 80”  

 

 

Pertemuan 2: (Memperkenalkan Orang lain)

 

No. Kegiatan Waktu Strategi Belajar
1.

 

 

 

 

2.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3.

 

 

 

Kegiatan Awal/ Pre Listening

  • Menjawab pertanyaan guru berkaitan dengan materi.
  • Mendengarkan pennjelasan guru tentang kompetensi yang diharapkan akan dicapai dan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan

 

Kegiatan Inti/ Whilst Listening

  • Siswa  memperhatikan sebuah tayangan VCD tentang memperkenalkan orang;lain,
  • Siswa menuliskan ungkapan-ungkapan beserta responnya di papan tulis
  • Siswa mendiskusikan kosa kata baru.
  • Siswa menyimpulkan tentang ungkapan serta responsenya yang dipakai dalam memperkenalkan orang lain
  • Siswa menirukan ucapan guru tentang ungkapan-ungkapan tesebut.
  • Setelah ditunjuk guru, siswa secara individual merespon guru yang memperkenalkan seorang siswa lainnya

 

Kegiatan Akhir/ Post Listening

  • Siswa bersama guru mereview ungkapan dan respon yang digunakan untuk memperkenalkan orang lain
 

3’

 

2’

 

 

 

 

 

15’

 

10’

 

5”

 

10’

 

10’

 

 

20”

 

 

 

5’

 

Ice Breaker

 

Ice Beaker

 

 

 

 

 

Modeling

 

Brainstorming

 

Discussion

 

Discussion

 

Imitation

 

 

Performance

 

 

 

Discussion

  Jumlah 80”  

Pertemuan 3: (Menyuruh/ melarang orang lain melakukan sesuatu)

 

No. Kegiatan Waktu Strategi Belajar
1.

 

 

 

 

2.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3.

 

 

 

4

 

 

Kegiatan Awal/ Pre Listening

  • Menjawab pertanyaan guru berkaitan dengan materi.
  • Mendengarkan pennjelasan guru tentang kompetensi yang diharapkan akan dicapai dan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan

 

Kegiatan Inti/ Whilst Listening

  • Siswa  memperhatikan sebuah tayangan VCD tentang menyuruh/ melarang orang lain melakukan sesuatu.
  • Siswa menuliskan ungkapan-ungkapan beserta responsenya di papan tulis
  • Siswa mendiskusikan kosa kata baru.
  • Siswa menyimpulkan tentang ungkapan serta responsenya yang dipakai dalam menyuruh/ melarang orang lain melakukan sesuatu
  • Siswa menirukan ucapan guru tentang ungkapan-ungkapan tesebut.
  • Siswa secara klasikal/ bersama sama melakukan apa yang diperintahkan/ dilarang oleh guru
  • Siswa secara individual (disebutkan namanya) melakukan apa yang diperintahkan/ dilarang oleh guru/siswa lain

 

 

Kegiatan Akhir/ Post Listening

  • Siswa bersama guru mereview ungkapan dan respon yang digunakan untuk memperkenalkan orang lain

 

Post Test

 

2’

 

2’

 

 

 

 

 

5’

 

 

3’

 

5”

5’

 

 

 

4’

 

5’

 

 

6”

 

 

 

 

 

2”

 

 

40”

 

Ice Breaker

 

Ice Beaker

 

 

 

 

 

Modeling

 

 

Brainstorming

 

Discussion

Discussion

 

 

 

Imitation

 

Total Physical Response

(TPR)

Idem (PPR)

 

 

 

 

 

Discussion

  Jumlah 80”  

 

H.  SUMBER BELAJAR

  • Alat            : TV, tape dan kaset vcd 
  • Bahan       : Listening script/ text (Lihat Materi)
    • Sumber    : Buku Paket “Let’s Talk” Grade I

I.   PENILAIAN

  1. A. JENIS TEST              : TERTULIS & LISAN

B.  BENTUK SOAL         : MELENGKAPI (ISIAN) & PERFORMANCE

I. Study the incomplete dialogue below. Fill in the missing words while you are listening to the tape. You will listen to  the tape three times.

 

1.   Susi                 : Good morning, Mr. Ahmad.

Mr. Adi             : _______________, Susi. How are you?

Susi                 : I‘m fine. Thank you.

2.   Rinto    : Hello, Fadil. How are you?

Fadil    : ______, Rinto. I’m fine and you?

Rinto    : I‘m fine, too.

3.  Nadia   : Hi, I’m Nadia.

Natan   : Hello, _________ Natan.

 

4.   Nina     : Hello, I’m Nina.

Reni     : Hi, I’m Reni. Nice to meet you.

Nina     : _______________, too.

 

5.   Susi     : Hi, Rudi. This is Heru.

Rudi     : Hi, Heru. “How do you do”-

Heru    : Hi, Rudi.  “_________________”

II. Listen to the instruction and then do/perform what you hear.

 

1.   Everybody, stand up, please.

2.   Touch your nose!

3.   Sit down!

4.   Open your note book.

5.   Write down your name with a pen. Don’t use a pencil, please.

 

  1. C. KUNCI JAWABAN

  1. I. Listening Script.

 

1.   Susi           : Good morning, Mr. Ahmad.

Mr. Adi       : Good morning, Susi. How are you?

Susi           : I‘m fine. Thank you.

2.   Rinto          : Hello, Fadil. How are you?

Fadil          : Hi, Rinto. I’m fine and you?

Rinto           : I‘m fine, too.

3.   Nadia         : Hi, I’m Nadia.

Natan         : Hello, I’m Natan.

4.   Nina           : Hello, I’m Nina.

Reni            : Hi, I’m Reni. Nice to meet you.

Nina           : Nice to meet you, too.

5.   Susi           : Hi, Rudi. This is Heru.

Rudi           : Hi, Heru. “How do you do”-

Heru          : Hi, Rudi.  “How do you do

 

SKOR MAXIMAL : (5) X 5 SOAL X 2 = 50

 

II. Lembar Pengamatan Performance Test.

No.

Nama Siswa

Understanding

Participation

Total

Score

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1. Adiba Aulia Putri                      
2. Budi Santoso                      
3. Heru Abdillah                      
4. Maulidya                      
                       

SKOR MAXIMAL : (5+5) X 5 soal= 50

 

  1. D. SKORING

SKOR ISIAN + SKOR PERFORMANCE = 50+50=100

 

Sumber : Panduan Penyusunan Silabus dan RPP  MTs Depag

 

 


FORMAT PENILAIAN
HASIL PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Nama penelitian             :

Bidang Studi                      :

Judul Penelitian               :

KRITERIA PENILAIAN

No
Kriteria Aspek yang Dinilai
Bobot
Score Nilai
A ABSTRAK  

Terlihat jelas 3 unsur pokok:

  • latar belakang,tujuan,
  • prosedur dan
  • hasil
5    
B PENDAHULUAN  

Terlihat unsur-unsur berikut

  • Latar belakang (deskripsi masalah,  data awal yang menunjukkan akar terjadinya masalah, deskripsi lokasi dan waktu,  pentingnya masalah dipecahkan)
  • Rumusan masalah
  • Tujuan
  • Manfaat
15    
C KAJIAN TEORI/ PUSTAKA  

  • Ada teori-teori terkait yang memberi arah/petunjuk kepada pelaksanaan PTK
  • Ada usaha-usaha penulis membangun argumen teoretik bahwa tindakan  tertentu dimungkinkan bisa meningkatkan mutu KBM
  • Pertanyaan penelitian/hipotesis tindakan (kalau perlu)
20    
D PELAKSANAAN PENELITIAN  

  • Deskripsi tahapan siklus penelitian.
  • Penggunaan instrumen, usaha validasi hipotesis tindakan, dan cara refleksi
15    
   
  • Tindakan yang dilakukan bersifat:
    • Rasional, artinya berbasis pada akar penyebab masalah
    • Feasible (dapat dilaksanakan-tidak ambisius), artinya tindakan tersebut terdukung oleh faktor-faktor waktu, biaya dan sarana/pra-sarana
    • Jumlah siklus  lebih dari satu
  • Collaborative, artinya dosen memaksimalkan kerja sama dengan guru sebagai mitra setara.

 

     
E HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN  

Disajikan dalam bentuk siklus dengan data lengkap:

Siklus I

  • Perencanaan: diuraikan TINDAKAN yang khas yang dilakukan terlihat bedanya dengan pembelajaran biasa.
  • Pelaksanan: diuraikan  pelaksanaan tindakan
  • Pengamatan: disajikan hasil pengamatan dari berbagai instrumen. Hasil authentik  disajikan
  • Refleksi: berisi penjelasan tentang aspek keberhasilan dan kelemahan dan rencana berikutnya . MENGAPA BERHASIL (TIDAK), APA YANG PERLU DILAKUKAN UNTUK SIKLUS BERIKUTNYA.
25    
    Siklus II (idem)

Siklus III (idem)

Perlu ditambahkan hal-hal yang mendasar berikut ini:

  • Disajikan hasil perubahan (kemajuan) pada diri peserta didik, lingkungan dan peneliti
  • Tabel, grafik/statistik deskriptif dioptimalkan
  • Terdapat analisis data   menyajikan perubahan pada peserta didik, lingkungan kelas/sekolah dan peneliti.
  • Triangulasi dioptimalkan untuk memvalidasi potret proses dan hasil perubahan (kemajuan)
  • Pembahasan
  • Ada ulasan tentang perubahan yang dihasilkan dari tiap siklus dan keseluruhan siklus
     
F KESIMPULAN DAN REKOMENDASI  

  • Hasil riset (potret kemajuan) sesuai dengan tujuan
  • Ada saran untuk riset, tujuan riset, dan hasil riset (potret kemajuan)
  • Ada saran untuk penerapan hasil (suggestion)
10

 

   
H DAFTAR PUSTAKA DAN LAMPIRAN

 

  • Penulisan sesuai aturan APA, MLA, Turabian secara konsisten.
  • Kelengkapan lampiran
10    
  Jumlah Total 100    

 

Setiap kriteria diberi scor :  1.     2.    4.    5.

Kurang sekali           : skor 1

Kurang                    : skor 2

Baik                         : skor 4

Baik sekali               : skor 5

Nilai : Bobot x skor

 

Jakarta, ……………..

Penilai

 

( ………………………..)

 

 


PERBAIKAN TAKSONOMI BLOOM

Sarwanto

Sekali lagi, guru dibuat tergapai-gapai oleh perubahan kurikulum di Indonesia. Sebenarnya perubahan kompetensi dasar dan standar kompetensi dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dari kurikulum 2004 sangat sedikit sekali. Guru dan sekolah dibuat “kebakaran jenggot” manakala diminta membuat kurikulum untuk sekolahnya sendiri. Bagi sekolah yang sudah siap atau sekolah yang menggunakan kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) pada saat kurikulum 2004 dan sebelumnya diterapkan -karena sekolah memiliki kekhasan- tidak menjadi sangat bermasalah. Guru dulu tinggal memakai kurikulum dari Departemen Pendidikan dan cenderung menjadi pelaksana kurikulum saja, sehingga banyak yang tidak mengetahui bagaimana seluk beluk penyusunan dan pengembangan kurikulum.

Ada satu langkah yang dapat digunakan sebagai acuan kecil dalam penyusunan kurikulum untuk sekolah. Beberapa tahun yang lalu sudah di luncurkan program Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Visi dan Misi dalam MBS akan mengarahkan sekolah dan membawa sekolah ke suatu tujuan. Termasuk di dalamnya memberi arahan produk siswa dari sekolah akan membawa siswa memiliki kompetensi tertentu. Setiap bidang studi merupakan tulang ikan (fish bone) yang diharapkan menghantarkan siswa sesuai dengan misi yang ditetapkan sekolah. Keberhasilan membawa siswa mencapai tujuan sekolah sangat tergantung pada akar rumput (grass root) sekolah yaitu guru. Dengan demikian pemahaman guru yang benar tentang visi dan misi sekolah harus segera dilakukan. Visi dan misi sekolah dijabarkan menjadi tujuan-tujuan kurikuler oleh guru-guru sesuai dengan bidang studi masing-masing.

Perumusan tujuan pembelajaran memang tidak mudah bagi guru, apalagi dalam KTSP tujuan pembelajaran akan menjadikan nilai ke-khas-an dari tiap sekolah. Pada umumnya guru akan menyusun tujuan pembelajaran mengikuti taksonomi Bloom yang menyangkut ranah kognitif, afektif dan psikomotorik sebagai kategori perilaku belajar. Taksononi ini merupakan hasil kerja tim psikologi yang dipimpin oleh Benjamin Bloom pada tahun 1950-an. Bloom memimpin pengembangan ranah kognitif yang menghasilkan enam tingkatan kognitif. Tingkatan paling sederhana adalah pengetahuan, berikutnya pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian yang lebih bersifat kompleks dan abstrak. Sedangkan ranah afektif yang berdasarkan penghayatan dipimpin oleh David R. Krathwohl, ranah psikomotorik yang berhubungan dengan gerakan refleks sederhana ke gerakan syaraf dipimpin oleh Anita Harrow.

Ketiga ranah dalam taksonomi Bloom ini bersifat linier, sehingga seringkali menimbulkan kesukaran bagi guru dalam menempatkan konten (isi) pembelajaran. Akhirnya tahun 1990 seorang murid Benjamin Bloom yang bernama Lorin W. Anderson melakukan penelitian dan mengasilkan perbaikan terhadap taksonomi Bloom. Perbaikan yang dilakukan adalah mengubah taksonomi Bloom dari kata benda (noun) menjadi kata kerja (verb). Ini penting dilakukan karena taksonomi Bloom sesungguhnya adalah penggambaran proses berfikir. Selain itu juga dilakukan pergeseran urutan taksonomi yang menggambarkan dari proses berfikir tingkat rendah (low order thinking) ke proses berfikir tingkat tinggi (high order thinking). Urutan perubahan taksonomi ini sebagai berikut:

 

  Taksonomi Bloom Perbaikan Taksonomi Bloom
  Pengetahuan Mengingat
Pemahaman Memahami
Penerapan Menerapkan
Analisis Menganalisis
Sintesis Menilai
Penilaian Menciptakan

 

Selama masih menggunakan kata benda, orientasi pembelajaran adalah pada produk, padahal belajar adalah sebuah proses. Pengetahuan merupakan hasil berpikir bukan proses berfikir, sehingga diperbaiki menjadi mengingat yang menunjukkan proses paling rendah. Sedangkan menciptakan merupakan proses berfikir tingkat paling tinggi. Ini sangat logis, karena orang baru bisa mencipta bila telah mampu menilai adanya kelebihan dan kekurangan pada sesuatu dari berbagai pertimbangan dan pemikiran kritis.

Pada tahun 2001, Anderson bekerja sama dengan Krathwohl (yang dulu mengembangkan ranah afektif) menelaah taksonomi ini agar lebih terkait dengan pembelajaran modern. Hasilnya, mereka menggabungkan dimensi kognitif dengan dimensi pengetahuan (substansi). Ternyata perluasan taksonomi ini sangat membantu pengembangan kurikulum serta guru untuk menulis kompetensi, tujuan pembelajaran dan strategi penilaian. Perbaikan Taksonomi Bloom oleh Anderson dan Krathwohl yang memadukan proses berfikir dengan dimensi pengetahuan digambarkan dalam tabel berikut ini:

 

  Dimensi Proses berfikir
Mengingat Memahami Menerapkan Menganalisis Menilai Mencipta
Dimensi Pengetahuan Faktual            
Konseptual            
Prosedural     O      
Meta-kognisi            

 

Pengetahuan faktual merupakan elemen dasar yang digunakan untuk mengkomunikasikan sesuatu agar mudah dipemahaman, dan terorganisasi secara sistematis. Pengetahuan faktual terdiri atas pengetahuan terminologi dan elemen dengan informasi khusus, misalnya notasi, lambang, tempat kejadian, nama penemu dll. Pengetahuan konseptual merupakan interelasi diantara elemen-elemen dasar yang terstruktur dan memungkinkan terbentuk fungsi bersama. Pengetahuan konseptual terdiri dari pengetahuan klasifikasi dan kategori; pengetahuan prinsip dan generalisasi; pengetahuan teori, model dan struktur. Pengetahuan prosedural adalah prosedur yang cocok dalam mengerjakan sesuatu, kriteria dalam penggunaan keterampilan, algoritma, teknik dan metode. Pengetahuan meta kognitif yaitu pengetahuan strategi dan kesadaran tentang cara berpikir pada diri sendiri dalam melakukan sesuatu.

Tabel perbaikan taksonomi Bloom ini dapat digunakan untuk menyusun indikator dan kompetensi pembelajaran. Misalkan seorang guru Fisika SMA akan mengajarkan perpindahan panas. Ia menginginkan kompetensi siswa setelah mengikuti proses pembelajaran berhubungan dengan pengetahuan prosedur dan pada tingkatan proses berfikir menerapkan (pada tabel taksonomi di atas terletak di sel O). Pernyataan indikator pembelajaran tinggal mengkaitkan proses berfikir (kata kerja) misalnya membuat sketsa dan pengetahuan prosedural (kata benda) misalnya metode. Indikator pembelajaran dapat disusun “siswa dapat membuat sketsa penggunaan perpindahan panas konveksi pada air”. Aktivitas pembelajaran yang dilakukan mestinya tidak hanya pada tataran proses berfikir menerapkan, tetapi dimulai dari yang paling sederhana mengingat sampai yang paling tidak pada penerapan. Sedangkan evaluasinya, disesuaikan dengan proses pembelajaran jadi mengukur proses berfikir mengingat, aspek proses berfikir memahami dan seterusnya. Satu indikator pembelajaran dapat dikembangkan menjadi beberapa item soal, tergantung prosesnya.

Demikianlah, penggunaan taksonomi Bloom yang sudah diperbaiki dapat digunakan untuk meringankan beban berat guru dalam merancang kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan guru. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat demi kemajuan sekolah, maupun kemajuan bangsa dan negara ini. Terima kasih.

 

Sumber File: Materi PLPG Rayon 14 UNS Tahun 2008

 


PEMBELAJARAN KUANTUM

SEBAGAI MODEL PEMBELAJARAN YANG MENYENANGKAN

Oleh Djoko Saryono

 

 

Hasil-hasil pengajaran dan pembelajaran berbagai bidang studi terbukti selalu kurang memuaskan berbagai pihak (yang berkepentingan – stakeholder). Hal tersebut setidak-tidaknya disebabkan oleh tiga hal. Pertama, perkembangan kebutuhan dan aktivitas berbagai bidang kehidupan selalu meninggalkan proses/hasil kerja lembaga pendidikan atau melaju lebih dahulu daripada proses pengajaran dan pembelajaran sehingga hasil-hasil pengajaran dan pembelajaran tidak cocok/pas dengan kenyataan kehidupan yang diarungi oleh siswa. Kedua, pandangan-pandangan dan temuan-temuan kajian (yang baru) dari berbagai bidang tentang pembelajaran dan pengajaran membuat paradigma, falsafah, dan metodologi pembelajaran yang ada sekarang tidak memadai atau tidak cocok lagi. Ketiga, berbagai permasalahan dan kenyataan negatif tentang hasil pengajaran dan pembelajaran menuntut diupayakannya pembaharuan paradigma, falsafah, dan metodologi pengajaran dan pembelajaran. Dengan demikian, diharapkan mutu dan hasil pembelajaran dapat makin baik dan meningkat.

Untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran – di samping juga menyelaraskan dan menyerasikan proses pembelajaran dengan pandangan-pandangan dan temuan-temuan baru di pelbagai bidang – falsafah dan metodologi pembelajaran senantiasa dimutakhirkan, diperbaharui, dan dikembangkan oleh berbagai kalangan khususnya kalangan pendidikan-pengajaran-pembelajaran. Oleh karena itu, falsafah dan metodologi pembelajaran silih berganti dipertimbangkan, digunakan atau diterapkan dalam proses pembelajaran dan pengajaran. Lebih-lebih dalam dunia yang lepas kendali atau berlari tunggang-langgang (runway world – istilah Anthony Giddens) sekarang, falsafah dan metodologi pembelajaran sangat cepat berubah dan berganti, bahkan bermunculan secara serempak; satu falsafah dan metodologi pembelajaran dengan cepat dirasakan usang dan ditinggalkan, kemudian diganti (dengan cepat pula) dengan dan dimunculkan satu falsafah dan metodologi pembelajaran yang lain, malahan sering diumumkan atau dipopulerkan secara serentak beberapa falsafah dan metodologi pembelajaran.

Tidak mengherankan, dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia telah berkelebatan (muncul, populer, surut, tenggelam) berbagai falsafah dan metodologi pembelajaran yang dipandang baru-mutakhir meskipun akar-akar atau sumber-sumber pandangannya sebenarnya sudah ada sebelumnya, malah jauh sebelumnya. Beberapa di antaranya (yang banyak dibicarakan, didiskusikan, dan dicobakan oleh pelbagai kalangan pembelajaran dan sekolah) dapat dikemukakan di sini, yaitu pembelajaran konstruktivis, pembelajaran kooperatif, pembelajaran terpadu, pembelajaran aktif, pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning, CTL), pembelajaran berbasis projek (project based learning), pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), pembelajaran interaksi dinamis, dan pembelajaran kuantum (quantum learning). Dibandingkan dengan falsafah dan metodologi pembelajaran lainnya, falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum yang disebut terakhir tampak relatif lebih populer dan lebih banyak disambut gembira oleh pelbagai kalangan di Indonesia berkat penerbitan beberapa buku mengenai hal tersebut oleh Penerbit KAIFA Bandung [Quantum Learning, Quantum Business, dan Quantum Teaching] – di samping berkat upaya popularisasi yang dilakukan oleh perbagai pihak melalui seminar, pelatihan, dan penerapan tentangnya. Walaupun demikian, masih banyak pihak yang mengenali pembelajaran kuantum secara terbatas – terutama terbatas pada bangun (konstruks) utamanya. Segi-segi kesejarahan, akar pandangan, dan keterbatasannya belum banyak dibahas orang. Ini berakibat belum dikenalinya pembelajaran kuantum secara utuh dan lengkap.

Sejalan dengan itu, tulisan ini mencoba memaparkan ihwal pembelajaran kuantum secara relatih utuh dan lengkap agar kita dapat mengenalinya lebih baik dan mampu menempatkannya secara proporsional di antara pelbagai falsafah dan metodologi pembelajaran lainnya – yang sekarang juga berkembang dan populer di Indonesia. Secara berturut-turut, tulisan ini memaparkan (1) latar belakang atau sejarah kemunculan pembelajaran kuantum, (2) akar-akar atau dasar-dasar teoretis dan empiris yang membentuk bangun pembelajaran kuantum, dan (3) pandangan-pandangan pokok yang membentuk karakteristik pembelajaran kuantum dan (4) kemungkinan penerapan pembelajaran kuantum dalam berbagai bidang terutama bidang pengajaran sekolah. Paparan ini lebih merupakan rekonstruksi pembelajaran kuantum yang didasarkan atas pemahaman dan persepsi penulis sendiri daripada resume atau rangkuman atas pikiran-pikiran pencetusnya.

 

LATAR BELAKANG KEMUNCULAN

Tokoh utama di balik pembelajaran kuantum adalah Bobbi DePorter, seorang ibu rumah tangga yang kemudian terjun di bidang bisnis properti dan keuangan, dan setelah semua bisnisnya bangkrut akhirnya menggeluti bidang pembelajaran. Dialah perintis, pencetus, dan pengembang utama pembelajaran kuantum. Semenjak tahun 1982 DePorter mematangkan dan mengembangkan gagasan pembelajaran kuantum di SuperCamp, sebuah lembaga pembelajaran yang terletak Kirkwood Meadows, Negara Bagian California, Amerika Serikat. SuperCamp sendiri didirikan atau dilahirkan oleh Learning Forum, sebuah perusahahan yang memusatkan perhatian pada hal-ihwal pembelajaran guna pengembanga potensi diri manusia. Dengan dibantu oleh teman-temannya, terutama Eric Jansen, Greg Simmons, Mike Hernacki, Mark Reardon, dan Sarah Singer-Nourie, DePorter secara terprogram dan terencana mengujicobakan gagasan-gagasan pembelajaran kuantum kepada para remaja di SuperCamp selama tahun-tahun awal dasawarsa 1980-an. “Metode ini dibangun berdasarkan pengalaman dan penelitian terhadap 25 ribu siswa dan sinergi pendapat ratusan guru di SuperCamp”, jelas DePorter dalam Quantum Teaching (2001: 4). “Di SuperCamp inilah prinsip-prinsip dan metode-metode Quantum Learning menemukan bentuknya”, ungkapnya dalam buku Quantum Learning (1999:3).

Pada tahap awal perkembangannya, pembelajaran kuantum terutama dimaksudkan untuk membantu meningkatkan keberhasilan hidup dan karier para remaja di rumah atau ruang-ruang rumah; tidak dimaksudkan sebagai metode dan strategi pembelajaran untuk mencapai keberhasilan lebih tinggi di sekolah atau ruang-ruang kelas. Lambat laun, orang tua para remaja juga meminta kepada DePorter untuk mengadakan program program pembelajaran kuantum bagi mereka. “Mereka telah melihat hal yang telah dilakukan Quantum Learning pada anak-anak mereka, dan mereka ingin belajar untuk menerapkan teknik dan prinsip yang sama dalam hidup dan karier mereka sendiri – perusahaan komputer, kantor pengacara, dan tentu agen-agen realestat mereka. Demikian lingkaran ini terus bergulir”, papar DePorter dalam Quantum Business (2001:27). Demikianlah, metode pembelajaran kuantum merambah berbagai tempat dan bidang kegiatan manusia, mulai lingkungan pengasuhan di rumah (parenting), lingkungan bisnis, lingkungan perusahaan, sampai dengan lingkungan kelas (sekolah). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya pembelajaran kuantum merupakan falsafah dan metodologi pembelajaran yang bersifat umum, tidak secara khusus diperuntukkan bagi pengajaran di sekolah.

Falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum yang telah dikembangkan, dimatangkan, dan diujicobakan tersebut selanjutnya dirumuskan, dikemukakan, dan dituliskan  secara utuh dan lengkap dalam buku Quantum Learning: Unleashing The Genius in You. Buku ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1992 oleh Dell Publishing New York. Pada tahun 1999 muncul terjemahannya dalam bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Penerbit KAIFA Bandung dengan judul Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan). Buku yang ditulis oleh DePorter bersama Mike Hernacki – mitra kerja DePorter yang mantan guru dan pengacara – tersebut memaparkan pandangan-pandangan umum dan prinsip-prinsip dasar yang membentuk bangun pembelajaran kuantum. Pandangan-pandangan umum dan prinsip-prinsip dasar yang termuat dalam buku Quantum Learning selanjutnya diterapkan, dipraktikkan, dan atau diimplementasikan dalam lingkungan bisnis dan kelas (sekolah). Penerapan, pemraktikan, dan atau pengimplementasian pembelajaran kuantum di lingkungan bisnis termuat dalam buku Quantum Business: Achieving Success Through Quantum Learning yang terbit pertama kali pada tahun 1997 dan diterbitkan oleh Dell Publishing, New York. Buku yang ditulis oleh DePorter bersama Mike Hernacki ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Basyrah Nasution dan diterbitkan oleh Penerbit KAIFA Bandung pada tahun 1999 dengan judul Quantum Business: Membiasakan Berbisnis secara Etis dan Sehat. Sementara itu, penerapan, pemraktikkan, dan pengimplementasian pembelajaran kuantum di lingkungan sekolah (pengajaran) termuat dalam buku Quantum Teaching: Orchestrating Student Success yang terbit pertama kali tahun 1999 dan diterbitkan oleh Penerbit Allyn and Bacon, Boston. Buku yang ditulis oleh DePorter bersama Mark Reardon dan Sarah Singer-Nourie ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Ary Nilandari dan diterbitkan oleh Penerbit KAIFA Bandung pada tahun 2000 dengan judul Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas.

Dapat dikatakan bahwa ketiga buku tersebut laris (best-seller) di pasar. Lebih-lebih terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Terjemahan bahasa Indonesia buku Quantum Learning dalam tempo tiga tahun sudah cetak ulang tiga belas kali; buku Quantum Business sudah cetak ulang lima kali dalam tempo dua tahun; dan buku Quantum Teaching sudah cetak ulang tiga kali dalam tempo satu tahun. Hal tersebut sekaligus memperlihatkan betapa populer dan menariknya falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum di Indonesia dan bagi komunitas masyarakat Indonesia. Popularitas dan kemenarikan pembelajaran kuantum makin tampak kuat-tinggi ketika frekuensi penyelenggaraan seminar-seminar, pelatihan-pelatihan, dan pengujicobaan pembelajaran kuantum di Indonesia makin tinggi.

 

AKAR-AKAR LANDASAN

Meskipun dinamakan pembelajaran kuantum, falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum tidaklah diturunkan atau ditransformasikan secara langsung dari fisika kuantum yang sekarang sedang berkembang pesat. Tidak pula ditransformasikan dari prinsip-prinsip dan pandangan-pandangan utama fisika kuantum yang dikemukakan oleh Albert Einstein, seorang tokoh terdepan fisika kuantum. Jika ditelaah atau dibandingkan secara cermat, istilah kuantum [quantum] yang melekat pada istilah pembelajaran [learning] ternyata tampak berbeda dengan konsep kuantum dalam fisika kuantum. Walaupun demikian, serba sedikit tampak juga kemiripannya. Kemiripannya terutama terlihat dalam konsep kuantum. Dalam fisika kuantum, istilah kuantum memang diberi konsep perubahan energi menjadi cahaya selain diyakini adanya ketakteraturan dan indeterminisme alam semesta. Sementara itu, dalam pandangan DePorter, istilah kuantum bermakna “interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya” dan istilah pembelajaran kuantum bermakna “interaksi-teraksi yang mengubah energi menjadi cahaya karena semua kehidupan adalah energi”. Di samping itu, dalam pembelajaran kuantum diyakini juga adanya keberagaman dan intedeterminisme. Konsep dan keyakinan ini lebih merupakan analogi rumus Teori Relativitas Einstein, bukan transformasi rumus Teori Relativitas Einstein. Hal ini  makin tampak bila disimak pernyataan DePorter bahwa “Rumus yang terkenal dalam fisika kuantum adalah massa kali kecepatan cahaya kuadrat sama dengan energi. Mungkin Anda sudah pernah melihat persamaan ini ditulis sebagai E=mc2. Tubuh kita secara fisik adalah materi. Sebagai pelajar, tujuan kita adalah meraih sebanyak mungkin cahaya: interaksi, hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi cahaya” (1999:16). Jelaslah di sini bahwa prinsip-prinsip pembelajaran kuantum bukan penurunan, adaptasi, modifikasi atau transformasi prinsip-prinsip fisika kuantum, melainkan hanya sebuah analogi prinsip relativitas Einstein, bahkan analogi term/konsep saja. Jadi, akar landasan pembelajaran kuantum bukan fisika kuantum.

Pembelajaran kuantum sesungguhnya merupakan ramuan atau rakitan dari berbagai teori atau pandangan psikologi kognitif dan pemrograman neurologi/neurolinguistik yang jauh sebelumnya sudah ada. Di samping itu, ditambah dengan pandangan-pandangan pribadi dan temuan-temuan empiris yang diperoleh DePorter ketika mengembangkan konstruk awal pembelajaran kuantum. Hal ini diakui sendiri oleh DePorter. Dalam Quantum Learning (1999:16) dia mengatakan sebagai berikut.

 

Quantum Learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepartan belajar, dan NLP dengan teori, keyakinan, dan metode kami sendiri. Termasuk di antaranya konsep-konsep kunci dari berbagai teori dan strategi belajar yang lain, seperti:

  • Teori otak kanan/kiri
  • Teori otak triune (3 in 1)
  • Pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik)
  • Teori kecerdasan ganda
  • Pendidikan holistik (menyeluruh)
  • Belajar berdasarkan pengalaman
  • Belajar dengan simbol
  • Simulasi/permainan

 

Sementara itu, dalam Quantum Teaching (2000:4) dikatakannya sebagai berikut.

 

Quantum Teaching adalah badan ilmu pengetahuan dan metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian, dan fasilitasi SuperCamp. Diciptakan berdasarkan teori-teori pendidikan seperti Accelerated Learning (Lozanov), Multiple Intelegences (Gardner), Neuro-Linguistic Programming (Grinder dan Bandler), Experiential Learning (Hahn), Socratic Inquiry, Cooperative Learning (Johnson dan Johnson), dan Element of Effective Instruction (Hunter).

 

Dua kutipan tersebut dengan gamblang menunjukkan bahwa ada bermacam-macam akar pandangan dan pikiran yang menjadi landasan pembelajaran kuantum. Pelbagai akar pandangan dan pikiran itu diramu, bahkan disatukan dalam sebuah model teoretis yang padu dan utuh hingga tidak tampak lagi asalnya – pada gilirannya model teoretis tersebut diujicobakan secara sistemis sampai ditemukan bukti-bukti empirisnya.

Di antara berbagai akar pandangan dan pikiran yang menjadi landasan pembelajaran kuantum yang dikemukakan oleh DePorter di atas, tidak dapat dipungkiri bahwa pandangan-pandangan teori sugestologi atau pembelajaran akseleratif Lozanov, teori kecerdasan ganda Gardner, teori pemrograman neurolinguistik (NLP) Grinder dan Bandler, dan pembelajaran eksperensial [berdasarkan pengalaman] Hahn serta temuan-temuan mutakhir neurolinguistik mengenai peranan dan fungsi otak kanan mendominasi atau mewarnai secara kuat sosok [profil] pembelajaran kuantum. Teori kecerdasan ganda, teori pemograman neurolinguistik, dan temuan-temuan mutakhir neurolinguistik sangat berpengaruh terhadap pandangan dasar pembelajaran kuantum mengenai kemampuan manusia selaku pembelajar – khususnya kemampuan otak dan pikiran pembelajar. Selain itu, dalam batas tertentu teori dan temuan tersebut juga berpengaruh terhadap pandangan dasar pembelajaran kuantum tentang perancangan, penyajian, dan pemudahan [fasilitasi] proses pembelajaran untuk mengembangkan dan melejitkan potensi-diri pembelajar – khususnya kemampuan dan kekuatan pikiran pembelajar. Sementara itu, pembelajaran akseleratif, pembelajaran eksperensial, dan pembelajaran kooperatif sangat berpengaruh terhadap pandangan dasar pembelajaran kuantum terhadap kiat-kiat merancang, menyajikan, mengelola, memudahkan, dan atau mengorkestrasi proses pembelajaran yang efektif dan optimal – termasuk kiat memperlakukan faktor-faktor yang menentukan keberhasilan proses pembelajaran.

 

KARAKTERISTIK  UMUM

Walaupun memiliki akar landasan bermacam-macam sebagaimana dikemukakan di atas, pembelajaran kuantum memiliki karakteristik umum yang dapat memantapkan dan menguatkan sosoknya. Beberapa karakteristik umum yang tampak membentuk sosok pembelajaran kuantum sebagai berikut.

  • Pembelajaran kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika kuantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai. Oleh karena itu, pandangan tentang pembelajaran, belajar, dan pembelajar diturunkan, ditransformasikan, dan dikembangkan dari berbagai teori psikologi kognitif; bukan teori fisika kuantum. Dapat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum tidak berkaitan erat dengan fisika kuantum – kecuali analogi beberapa konsep kuantum. Hal ini membuatnya lebih bersifat kognitif daripada fisis.
  • Pembelajaran kuantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistis-empiris, “hewan-istis”, dan atau nativistis. Manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatiannya. Potensi diri, kemampuan pikiran, daya motivasi, dan sebagainya dari pembelajar diyakini dapat berkembang secara maksimal atau optimal. Hadiah dan hukuman dipandang tidak ada karena semua usaha yang dilakukan manusia patut dihargai. Kesalahan dipandang sebagai gejala manusiawi. Ini semua menunjukkan bahwa keseluruhan yang ada pada manusia dilihat dalam perspektif humanistis.
  • Pembelajaran kuantum lebih bersifat konstruktivis(tis), bukan positivistis-empiris, behavioristis, dan atau maturasionistis. Karena itu, menurut hemat penulis, nuansa konstruktivisme dalam pembelajaran kuantum relatif kuat. Malah dapat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum merupakan salah satu cerminan filsafat konstruktivisme kognitif, bukan konstruktivisme sosial. Meskipun demikian, berbeda dengan konstruktivisme kognitif lainnya yang kurang begitu mengedepankan atau mengutamakan lingkungan, pembelajaran kuantum justru menekankan pentingnya peranan lingkungan dalam mewujudkan pembelajaran yang efektif dan optimal dan memudahkan keberhasilan tujuan pembelajaran.
  • Pembelajaran kuantum berupaya memadukan [mengintegrasikan], menyinergikan, dan mengolaborasikan faktor potensi-diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan [fisik dan mental] sebagai konteks pembelajaran. Atau lebih tepat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum tidak memisahkan dan tidak membedakan antara res cogitans dan res extenza, antara apa yang di dalam dan apa yang di luar. Dalam pandangan pembelajaran kuantum, lingkungan fisikal-mental dan kemampuan pikiran atau diri manusia sama-sama pentingnya dan saling mendukung. Karena itu, baik lingkungan maupun kemampuan pikiran atau potensi diri manusia harus diperlakukan sama dan memperoleh stimulan yang seimbang agar pembelajaran berhasil baik.
  • Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekadar transaksi makna. Dapat dikatakan bahwa interaksi telah menjadi kata kunci dan konsep sentral dalam pembelajaran kuantum. Karena itu, pembelajaran kuantum memberikan tekanan pada pentingnya interaksi, frekuensi dan akumulasi interaksi yang bermutu dan bermakna. Di sini proses pembelajaran dipandang sebagai penciptaan interaksi-interaksi bermutu dan bermakna yang dapat mengubah energi kemampuan pikiran dan bakat alamiah pembelajar menjadi cahaya-cahaya yang bermanfaat bagi keberhasilan pembelajar. Interaksi yang tidak mampu mengubah energi menjadi cahaya harus dihindari, kalau perlu dibuang jauh dalam proses pembelajaran. Dalam kaitan inilah komunikasi menjadi sangat penting dalam pembelajaran kuantum.
  • Pembelajaran kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi. Di sini pemercepatan pembelajaran diandaikan sebagai lompatan kuantum. Pendeknya, menurut pembelajaran kuantum, proses pembelajaran harus berlangsung cepat dengan keberhasilan tinggi. Untuk itu, segala hambatan dan halangan yang dapat melambatkan proses pembelajaran harus disingkirkan, dihilangkan, atau dieliminasi. Di sini pelbagai kiat, cara, dan teknik dapat dipergunakan, misalnya pencahayaan, iringan musik, suasana yang menyegarkan, lingkungan yang nyaman, penataan tempat duduk yang rileks, dan sebagainya. Jadi, segala sesuatu yang menghalangi pemercepatan pembelajaran harus dihilangkan pada satu sisi dan pada sisi lain segala sesuatu yang mendukung pemercepatan pembelajaran harus diciptakan dan dikelola sebaik-baiknya.
  • Pembelajaran kuantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat. Kealamiahan dan kewajaran menimbulkan suasana nyaman, segar, sehat, rileks, santai, dan menyenangkan, sedang keartifisialan dan kepura-puraan menimbulkan suasana tegang, kaku, dan membosankan. Karena itu, pembelajaran harus dirancang, disajikan, dikelola, dan difasilitasi sedemikian rupa sehingga dapat diciptakan atau diwujudkan proses pembelajaran yang alamiah dan wajar. Di sinilah para perancang dan pelaksana pembelajaran harus bekerja secara proaktif dan suportif untuk menciptakan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran.
  • Pembelajaran kuantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang tidak bermakna dan tidak bermutu membuahkan kegagalan, dalam arti tujuan pembelajaran tidak tercapai. Sebab itu, segala upaya yang memungkinkan terwujudnya kebermaknaan dan kebermutuan pembelajaran harus dilakukan oleh pengajar atau fasilitator. Dalam hubungan inilah perlu dihadirkan pengalaman yang dapat dimengerti dan berarti bagi pembelajar, terutama pengalaman pembelajar perlu diakomodasi secara memadai. Pengalaman yang asing bagi pembelajar tidak perlu dihadirkan karena hal ini hanya membuahkan kehampaan proses pembelajaran. Untuk itu, dapat dilakukan upaya membawa dunia pembelajar ke dalam dunia pengajar pada satu pihak dan pada pihak lain mengantarkan dunia pengajar ke dalam dunia pembelajar. Hal ini perlu dilakukan secara seimbang.
  • Pembelajaran kuantum memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran. Konteks pembelajaran meliputi suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang menggairahkan atau mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. Isi pembelajaran meliputi penyajian yang prima, pemfasilitasan yang lentur, keterampilan belajar-untuk-belajar, dan keterampilan hidup. Konteks dan isi ini tidak terpisahkan, saling mendukung, bagaikan sebuah orkestra yang memainkan simfoni. Pemisahan keduanya hanya akan membuahkan kegagalan pembelajaran. Kepaduan dan kesesuaian keduanya secara fungsional akan membuahkan keberhasilan pembelajaran yang tinggi; ibaratnya permainan simfoni yang sempurna yang dimainkan dalam sebuah orkestra.
  • Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan [dalam] hidup, dan prestasi fisikal atau material. Ketiganya harus diperhatikan, diperlakukan, dan dikelola secara seimbang dan relatif sama dalam proses pembelajaran; tidak bisa hanya salah satu di antaranya. Dikatakan demikian karena pembelajaran yang berhasil bukan hanya terbentuknya keterampilan akademis dan prestasi fisikal pembelajar, namun lebih penting lagi adalah terbentuknya keterampilan hidup pembelajar. Untuk itu, kurikulum harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat terwujud kombinasi harmonis antara keterampilan akademis, keterampilan hidup, dan prestasi fisikal.
  • Pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran. Tanpa nilai dan keyakinan tertentu, proses pembelajaran kurang bermakna. Untuk itu, pembelajar harus memiliki nilai dan keyakinan tertentu yang positif dalam proses pembelajaran. Di samping itu, proses pembelajaran hendaknya menanamkan nilai dan keyakinan positif dalam diri pembelajar. Nilai dan keyakinan negatif akan membuahkan kegagalan proses pembelajaran. Misalnya, pembelajar perlu memiliki keyakinan bahwa kesalahan atau kegagalan merupakan tanda telah belajar; kesalahan atau kegagalan bukan tanda bodoh atau akhir segalanya. Dalam proses pembelajaran dikembangkan nilai dan keyakinan bahwa hukuman dan hadiah (punishment dan reward) tidak diperlukan karena setiap usaha harus diakui dan dihargai. Nilai dan keyakinan positif seperti ini perlu terus-menerus dikembangkan dan dimantapkan. Makin kuat dan mantap nilai dan keyakinan positif yang dimiliki oleh pembelajar, kemungkinan berhasil dalam pembelajaran akan makin tinggi. Dikatakan demikian sebab “Nilai-nilai ini menjadi kacamata yang dengannya kita memandang dunia. Kita mengevaluasi, menetapkan prioritas, menilai, dan bertingkah laku berdasarkan cara kita memandang kehidupan melalui kacamata ini”, ungkap DePorter dalam Quantum Business (2000:54).
  • Pembelajaran kuantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban. Keberagaman dan kebebasan dapat dikatakan sebagai kata kunci selain interaksi. Karena itu, dalam pembelajaran kuantum berkembang ucapan: Selamat datang keberagaman dan kebebasan, selamat tinggal keseragaman dan ketertiban!. Di sinilah perlunya diakui keragaman gaya belajar siswa atau pembelajar, dikembangkannya aktivitas-aktivitas pembelajar yang beragam, dan digunakannya bermacam-macam kiat dan metode pembelajaran. Pada sisi lain perlu disingkirkan penyeragaman gaya belajar pembelajar, aktivitas pembelajaran di kelas, dan penggunaan kiat dan metode pembelajaran.
  • Pembelajaran kuantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran. Aktivitas total antara tubuh dan pikiran membuat pembelajaran bisa berlangsung lebih nyaman dan hasilnya lebih optimal.

 

PRINSIP-PRINSIP UTAMA

Prinsip dapat berarti (1) aturan aksi atau perbuatan yang diterima atau dikenal dan (2) sebuah hukum, aksioma, atau doktrin fundamental. Pembelajaran kuantum juga dibangun di atas aturan aksi, hukum, aksioma, dan atau doktrin fundamental mengenai dengan pembelajaran dan pembelajar. Setidak-tidaknya ada tiga macam prinsip utama yang membangun sosok pembelajaran kuantum. Ketiga prinsip utama yang dimaksud sebagai berikut.

 

  1. Prinsip utama pembelajaran kuantum berbunyi: Bawalah Dunia Mereka (Pembelajar) ke dalam Dunia Kita (Pengajar), dan Antarkan Dunia Kita (Pengajar) ke dalam Dunia Mereka (Pembelajar). Setiap bentuk interaksi dengan pembelajar, setiap rancangan kurikulum, dan setiap metode pembelajaran harus dibangun di atas prinsip utama tersebut. Prinsip tersebut menuntut pengajar untuk memasuki dunia pembelajar sebagai langkah pertama pembelajaran selain juga mengharuskan pengajar untuk membangun jembatan otentik memasuki kehidupan pembelajar. Untuk itu, pengajar dapat memanfaatkan pengalaman-pengalaman yang dimiliki pembelajar sebagai titik tolaknya. Dengan jalan ini pengajar akan mudah membelajarkan pembelajar baik dalam bentuk memimpin, mendampingi, dan memudahkan pembelajar menuju kesadaran dan ilmu yang lebih luas. Jika hal tersebut dapat dilaksanakan, maka baik pembelajar maupun pembelajar akan memperoleh pemahaman baru. Di samping berarti dunia pembelajar diperluas, hal ini juga berarti dunia pengajar diperluas. Di sinilah Dunia Kita menjadi dunia bersama pengajar dan pembelajar. Inilah dinamika pembelajaran manusia selaku pembelajar.
  2. Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa proses pembelajaran merupakan permainan orkestra simfoni. Selain memiliki lagu atau partitur, pemainan simfoni ini memiliki struktur dasar chord. Struktur dasar chord ini dapat disebut prinsip-prinsip dasar pembelajaran kuantum. Prinsip-prinsip dasar ini ada lima macam berikut ini.
  • Ketahuilah bahwa Segalanya Berbicara

Dalam pembelajaran kuantum, segala sesuatu mulai lingkungan pembelajaran sampai dengan bahasa tubuh pengajar, penataan ruang sampai sikap guru, mulai kertas yang dibagikan oleh pengajar sampai dengan rancangan pembelajaran, semuanya mengirim pesan tentang pembelajaran.

  • Ketahuilah bahwa Segalanya Betujuan

Semua yang terjadi dalam proses pengubahan energi menjadi cahaya mempunyai tujuan. Tidak ada kejadian yang tidak bertujuan. Baik pembelajar maupun pengajar harus menyadari bahwa kejadian yang dibuatnya selalu bertujuan.

  • Sadarilah bahwa Pengalaman Mendahului Penamaan

Proses pembelajaran paling baik terjadi ketika pembelajar telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari. Dikatakan demikian karena otak manusia berkembang pesat dengan adanya stimulan yang kompleks, yang selanjutnya akan menggerakkan rasa ingin tahu.

  • Akuilah Setiap Usaha yang Dilakukan dalam Pembelajaran

Pembelajaran atau belajar selalu mengandung risiko besar. Dikatakan demikian karena pembelajaran berarti melangkah keluar dari kenyamanan dan kemapanan di samping berarti membongkar pengetahuan sebelumnya. Pada waktu pembelajar melakukan langkah keluar ini, mereka patut memperoleh pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. Bahkan sekalipun mereka berbuat kesalahan, perlu diberi pengakuan atas usaha yang mereka lakukan.

 

  • Sadarilah bahwa Sesuatu yang Layak Dipelajari Layak Pula Dirayakan

Segala sesuatu yang layak dipelajari oleh pembelajar sudah pasti layak pula dirayakan keberhasilannya. Perayaaan atas apa yang telah dipelajari dapat memberikan balikan mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan pembelajaran.

 

  1. Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa pembelajaran harus berdampak bagi terbentuknya keunggulan. Dengan kata lain, pembelajaran perlu diartikan sebagai pembentukan keunggulan. Oleh karena itu, keunggulan ini bahkan telah dipandang sebagai jantung fondasi pembelajaran kuantum. Ada delapan prinsip keunggulan – yang juga disebut delapan kunci keunggulan – yang diyakini dalam pembelajaran kuantum. Delapan kunci keunggulan itu sebagai berikut.
  • Terapkanlah Hidup dalam Integritas

Dalam pembelajaran, bersikaplah apa adanya, tulus, dan menyeluruh yang lahir ketika nilai-nilai dan perilaku kita menyatu. Hal ini dapat meningkatkan motivasi belajar yang pada gilirannya mencapai tujuan belajar. Dengan kata lain, integritas dapat membuka pintu jalan menuju prestasi puncak.

  • Akuilah Kegagalan Dapat Membawa Kesuksesan

Dalam pembelajaran, kita harus mengerti dan mengakui bahwa kesalahan atau kegagalan dapat memberikan informasi kepada kita yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut sehingga kita dapat berhasil. Kegagalan janganlah membuat cemas terus menerus dan diberi hukuman karena kegagalan merupakan tanda bahwa seseorang telah belajar.

  • Berbicaralah dengan Niat Baik

Dalam pembelajaran, perlu dikembangkan keterampilan berbicara dalam arti positif dan bertanggung jawab atas komunikasi yang jujur dan langsung. Niat baik berbicara dapat meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi belajar pembelajar.

  • Tegaskanlah Komitmen

Dalam pembelajaran, baik pengajar maupun pembelajar harus mengikuti visi-misi tanpa ragu-ragu, tetap pada rel yang telah ditetapkan. Untuk itu, mereka perlu melakukan apa saja untuk menyelesaikan pekerjaan. Di sinilah perlu dikembangkan slogan: Saya harus menyelesaikan pekerjaan yang memang harus saya selesaikan, bukan yang hanya saya senangi.

  • Jadilah Pemilik

Dalam pembelajaran harus ada tanggung jawab. Tanpa tanggung jawab tidak mungkin terjadi pembelajaran yang bermakna dan bermutu. Karena itu, pengajar dan pembelajar harus bertanggung jawab atas apa yang menjadi tugas mereka. Mereka hendaklah menjadi manusia yang dapat diandalkan, seseorang yang bertanggung jawab.

  • Tetaplah Lentur

Dalam pembelajaran, pertahankan kemampuan untuk mengubah yang sedang dilakukan untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Pembelajar, lebih-lebih pengajar, harus pandai-pandai membaca lingkungan dan suasana, dan harus pandai-pandai mengubah lingkungan dan suasana bilamana diperlukan. Misalnya, di kelas guru dapat saja mengubah rencana pembelajaran bilamana diperlukan demi keberhasilan siswa-siswanya; jangan mati-matian mempertahankan rencana pembelajaran yang telah dibuat.

  • Pertahankanlah Keseimbangan

Dalam pembelajaran, pertahankan jiwa, tubuh, emosi, dan semangat dalam satu kesatuan dan kesejajaran agar proses dan hasil pembelajaran efektif dan optimal. Tetap dalam keseimbangan merupakan proses berjalan yang membutuhkan penyesuaian terus-menerus sehingga diperlukan sikap dan tindakan cermat dari pembelajar dan pengajar.

 

PANDANGAN TENTANG PEMBELAJARAN DAN PEMBELAJAR

Selain memiliki karakteristik umum dan prinsip-prinsip utama seperti dikemukakan di atas, pembelajaran kuantum memiliki pandangan tertentu tentang pembelajaran dan pembelajar. Beberapa pandangan mengenai pembelajaran dan pembelajar yang dimaksud dapat dikemukakan secara ringkas berikut.

  • Pembelajaran berlangsung secara aktif karena pembelajar itu aktif dan kreatif. Bukti keaktifan dan kekreatifan itu dapat ditemukan dalam peranan dan fungsi otak kanan dan otak kiri pembelajar. Pembelajaran pasif mengingkari kenyataan bahwa pembelajar itu aktif dan kreatif, mengingkari peranan dan fungsi otak kanan dan otak kiri.
  • Pembelajaran berlangsung efektif dan optimal bila didasarkan pada karakteristik gaya belajar pembelajar sehingga penting sekali pemahaman atas gaya belajar pembelajar. Setidak-tidaknya ada tiga gaya belajar yang harus diperhitungkan dalam proses pembelajaran, yaitu gaya auditoris, gaya visual, dan gaya kinestetis.
  • Pembelajaran berlangsung efektif dan optimal bila tercipta atau terdapat suasana nyaman, menyenangkan, rileks, sehat, dan menggairahkan sehingga kenyamanan, kesenangan, kerileksan, dan kegairahan dalam pembelajaran perlu diciptakan dan dipelihara. Pembelajar dapat mencapai hasil optimal bila berada dalam suasana nyaman, menyenangkan, rileks, sehat, dan menggairahkan. Untuk itu, baik lingkungan fisikal, lingkungan mental, dan suasana harus dirancang sedemikian rupa agar membangkitkan kesan nyaman, rileks, menyenangkan, sehat, dan menggairahkan.
  • Pembelajaran melibatkan lingkungan fisikal-mental dan kemampuan pikiran atau potensi diri pembelajar secara serempak. Oleh karena itu, penciptaan dan pemeliharaan lingkungan yang tepat sangat penting bagi tercapainya proses pembelajaran yang efektif dan optimal. Dalam konteks inilah perlu dipelihara suasana positif, aman, suportif, santai, dan menyenangkan; lingkungan belajar yang nyaman, membangkitkan semangat, dan bernuansa musikal; dan lingkungan fisik yang partisipatif, saling menolong, mengandung permainan, dan sejenisnya.
  • Pembelajaran terutama pengajaran membutuhkan keserasian konteks dan isi. Segala konteks pembelajaran perlu dikembangkan secara serasi dengan isi pembelajaran. Untuk itulah harus diciptakan dan dipelihara suasana yang memberdayakan atau menggairahkan, landasan yang kukuh, lingkungan fisikal-mental yang mendukung, dan rancangan pembelajaran yang dinamis. Selain itu, perlu juga diciptakan dan dipelihara penyajian yang prima, pemfasilitasan yang lentur, keterampilan belajar yang merangsang untuk belajar, dan keterampilan hidup yang suportif.
  • Pembelajaran berlangsung optimal bilamana ada keragaman dan kebebasan karena pada dasarnya pembelajar amat beragam dan memerlukan kebebasan. Karena itu, keragaman dan kebebasan perlu diakui, dihargai, dan diakomodasi dalam proses pembelajaran. Keseragaman dan ketertiban (dalam arti kekakuan) harus dihindari karena mereduksi dan menyederhanakan potensi dan karakteristik pembelajar. Potensi dan karakteristik pembelajar sangat beragam yang memerlukan suasana bebas untuk aktualisasi atau artikulasi.

 

PENUTUP

Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran kuantum merupakan sebuah falsafah dan metodologi pembelajaran yang umum yang dapat diterapkan baik di dalam lingkungan bisnis, lingkungan rumah, lingkungan perusahanan, maupun di dalam lingkungan sekolah (pengajaran). Secara konseptual, falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum membawa angin segar bagi dunia pembelajaran di Indonesia sebab karakteristik, prinsip-prinsip, dan pandangan-pandangannya jauh lebih menyegarkan daripada falsafah dan metodologi pembelajaran yang sudah ada (yang dominan watak behavioristis dan rasionalisme Cartesiannya). Meskipun demikian, secara nyata, keterandalan dan kebaikan falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum ini masih perlu diuji dan dikaji lebih lanjut. Lebih-lebih kemungkinan penerapannya dalam lingkungan Indonesia baik lingkungan rumah, lingkungan perusahaan, lingkungan bisnis maupun lingkungan kelas/sekolah (baca: pengajaran). Khusus penerapannya di lingkungan kelas menuntut perubahan pola berpikir para pelaksana pengajaran, budaya pengajaran dan pendidikan, dan struktur organisasi sekolah dan struktur pembelajaran. Jika perubahan-perubahan tersebut dapat dilakukan niscaya pembelajaran kuantum dapat dilaksanakan dengan hasil yang optimal.

 

DAFTAR RUJUKAN

DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki. 1999. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Penerbit KAIFA.

DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki. 2000. Quantum Business: Membiasakan Bisnis secara Etis dan Sehat. Bandung: Penerbit KAIFA.

DePorter, Bobbi, Mark Reardon, dan Sarah Singer-Nourie. 2001. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung: Penerbit KAIFA.

Dryden, Gordon dan Jeanette Vos. 1999. The Learning Revolution: To Change the Way the World Learns. Selandia Baru: The Learning Web.

Giddens, Anthony. 2001. Runway World. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Meier, Dave. 2000. The Accelerated Learning Handbook. New York: McGraw-Hill.

Silberman, Melvin L. 1996. Active Learning: 101 Step to Teach Any Subject. Massachusetts: A Simon and Schuster Company.

 

Sumber File  : Materi PLPG 2008 Rayon 14 Universitas Sebelas Maret Surakarta

 


Email:

rppguswur@gmail.com

Belajar Inggris

BelajarInggris.Net 250x250

Blog Stats

  • 5,087,405 hits

Pengunjung

free counters

blogstat

Alexa Certified Site Stats for www.aguswuryanto.wordpress.com

Incoming traffic

Enter your email address to subscribe to this blog and receive notifications of new posts by email.

Join 241 other subscribers